Internet Masuk Desa

Jumat 15 Agustus 2008 (Surya)

Hidup tanpa internet di zaman teknologi informasi yang berkembang cepat seperti sekarang ini bisa bikin repot. Internet yang sudah menjadi kebutuhan masyarakat guna dapat mengakses secara cepat segala informasi yang dibutuhkan membuat keberadaannya menjadi penting dan sangat diperlukan.

Sayangnya, penetrasi jaringan internet sampai saat ini masih berkutat di kota-kota besar dan belum menjangkau seluruh wilayah pelosok desa. Jika pun ada internet, di desa itu pasti hanya milik pribadi yang berlangganan dan jumlahnya bisa dihitung dengan jari.

Di Malang yang disebut sebagai kota pendidikan dan merupakan kota besar memang mudah dijumpai warung internet (warnet) dan bahkan sambungan internet tanpa kabel (wifi) dengan memanfaatkan keberadaan fasilitas hot spot. Beda dengan kabupaten Malang yang pembangunannya tertinggal jauh dari kota Malang, untuk menemukan akses internet masih sangat jarang dan harus menempuh perjalanan jauh ke daerah dekat perkotaan untuk sekedar menemukan warnet.

Kondisi itu juga yang terjadi di Desa Kemantren di Kecamatan Jabung. Letaknya yang jauh dari pusat kota dan perlu perjalanan satu jam untuk pergi ke kota Malang. Hingga saat ini penetrasi internet masih belum masuk desa. Sehingga jangankan mengenal internet, mengoperasikan komputer saja saya yakin kebanyakan penduduk Desa Kemantren masih belum bisa. Dapat dikatakan sebagian besar masih gagap teknologi (gaptek). Karena itu, saya lebih kerasan berada di lingkungan sekitar kampus yang dekat dengan peradaban jika harus berada di desa yang tidak ada internet.

Namun kegelisahan saya selama ini akhirnya sirna. Hal itu terjadi ketika akhir bulan lalu ada seseorang yang berencana membuka warnet di desa saya. Dan perasaan saya menjadi gembira tatkala awal pekan ini warnet pertama yang ada di desa saya dilaunching. Wah, saya sangat senang sekali melihat kejadian itu. Karena saat ini saya sedang libur kuliah dan harus lebih banyak di rumah, sehingga saya tetap bisa browsing di dunia maya berkat kehadiran warnet di desa.

Dalam hati saya bergumam, “Yes, akhirnya desa saya ada kemajuan. Dan saya tidak perlu lagi repot-repot ke kota hanya untuk sekedar mengakses internet.“ Setelah menunggu begitu lama, penetrasi internet akhirnya bisa sampai di desa saya. Saya anggap hal itu sebagai kado kemerdekaan.

Namun ada sedikit kekhawatiran dalam hati saya, yaitu masalah keberlanjutan warnet ini. Karena masyarakat di desa saya yang masih gaptek dan pengguna internet saya yakin jumlahnya sedikit. Sehingga keberadaan warnet tersebut berpotensi gulung tikar. Saya pribadi hanya bisa berharap tetap eksis mengingat keberadaan internet sangat penting bagi aktivitas saya.

Erik Purnama Putra

Aktivis Pers Koran Bestari UMM

erikeyikumm@yahoo.co.id

erikpurnama@wordpress.co.id

Tinggalkan komentar